ASPEK
PEMAKAMAN MENURUT ADAT GORONTALO
5.1. Pengantar
Pelaksanaan
pemakaman yang berlaku dalam masyarakat suku gorontalo adalah sintese antara
adat istiadat dan ajaran agama islam. Suku gorontalo yang telah lama menganut
dan memahami islam sebagai agamanya, meyakini bahwa kewajiban terhadap jenajah
empat hal yaitu memandikan, mengafankan, mensholatkan, dan menguburkan. Maka
apabila seorang muslim meninggal dunia fardhlu kifayah atas orang-orang
menyelenggarakan perkara itu.
Sesuai
kenyataanya empat hal diatas tidak dilaksanakan secara murni tersendiri, namun
adalah gabungan dengn kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di masyarakat suku
gorontalo. Memang diyakini bahwa masyarakat ini telah tumbuh dan berkembang
dengan etiketnya sendiri berupa peradaban maupun adat istiadatnya, sebagaimana
itu di alami oleh suku-suku bangsa lainnya.
Jelas
sekali bahwa suku bangsa termasuk suku bangsa gorontalo yang telah menerima
agama islam sebagai pegangan dan tuntunan hidup, nyatanya tetap pula memegang
adat istiadat yang telah dimilikinya. Demikian dalam acara pelaksanaan
pemakaman tampak jelas hal itu. Kadang-kaadang aspek adat lebih banyak
mendominir acarara pelaksanaannya dengan aspek agama.
Kenyataan
tersebut tidak dapat disangkal lagi, karena sejak ratusan tahun yang lampau
datuk moyang kita telah mengatur hubungan antara adat dengan agama. Sultan
eyato yang memerinyah dalam abad ketujuh di gorontalo telah mencetuskan
hubungan tersebut sebagai berikut :
Aadati
hulohulo’o adat bersendi sarak
Sara’a hulohulo’o kuru’ani sarak
bersendi Qur’an ( kitabullah )
Dalam
penyelenggaraan pemakaman menurut adat gorontalo tampaknya ada tiga corak cara
pelaksanaan sesuai status orang yang telah meninggal itu. Dikenal tiga macam
corak acara pemakaman yaitu :
1.
Corak
pemakaman untuk raja, acara adat untuk pemakamannya secara lengkap ;
2.
Corak
pemakaman bubato (bubato adalah pejabat dibawah raja yang melaksanakan
pemerintahan sehari-hari). Acara pemakamannya tidak selenkap acara pemakaman
raja ;
3.
Corak
pemakaman untuk rakyat (tuango lipu), acara pemakamannya sederhana saja.
Dewasa ini di kenal juga tiga corak pelaksanaannya namun
sebagiannya agak berbeda sedikit.
1.
Acara
pemakaman untuk mongo’eya yaitu raja dengan para bubato. Mereka ini terdiri dari
enam golongan :
1.) Bupati dan
walikota pada tingkat raja ;
2.) Pembantu bupati, dulu dikenal jogugu atau wedana ;
3.) Camat yang dulu dikenal marsaoleh atau wulea lo lipu ;
4.) Kadli
5.) Mufti
6.) Mbu’i biluato yaitu istri bupati atau istri walikota.
Ditambahkan satu golongan lagi yaitu ta pilantalo, putra putri Bupati atau
walikota.
2.
Acara
pemakaman untuk wali-wali mowali yaitu turunan raja-raja atau lebih dikenal
dengan turunan bangsawan.
3.
Acara
pemakaman untuk rakyat atau tuango lipu
Yang tergolong mongo’eya bukan saja para pejabat yang
masih memegang tampuk pemerintahan atau ta’tobonela. Tetapi juga mereka yang
telah menjalani pensiunan atau ta’lotinguli mereka ini telah banyak berbuat dan
banyak jasa terhadap ulipu atau negeri.dan disinilah dasarnya pemakaman yang di
laksanakan secara adat itu.upacara adat pemakaman gorontalo mempunyai fungsi
dan nilai tinggi, sebagai suatu penghormatan dan tanda kebesaran dari pada yang
meninggal itu sendiri.malahan dalam mengahiri pemakamanya diberikan lagi gara’i
atau gelar,gelar itu menggambarkan jasa dan kebiasaannya pada waktu ia masih
dalam jabatan pemerintahan.
Adapun
kelengkapan adat pemakaman itu dapat di kemukakan beberapa pokok antara lain :
-
Pelaksanaan terdiri dari para pemangku
adat dan pegawai sarak ;
-
Genderang
dan boduk sebagai alat pemberian tanda atau alamat ;
-
Bangunan
unit adat atau langga adat yang disebut tolitihu, tertanda bahwa acara
pemakaman dilaksanakan secara ;
-
Usungan
mayat dengan segala perlengkapan;
-
Usungan
yang mendahului usungan mayat yang disebut usungan lo’huwa yang berfungsi
sebagai vorijdres (pembuka jalan);
-
Perlengkapan
dan acara kuburan;
-
Tuja’i-tuja’i
atau sanjak yang di ucapkan dalam penyelenggaraan acara pemakaman;
-
Dan
lain-lainnya.
Kelenkapan
peralatan diatas adalah simbol kemanusiaan yang mengandung makna yang
melukiskan dunia dan akhirat. Dalam garis besarnya pemakaman secara adat
tersebut mengandung dua makna ;
1. Makna
perlengkapan adat itu sendiri adalah ;
-
Jenazah
yang dimakamkan adalah orang yang duduk dalam jabatan pemerintahan sesuai ketentuan
adat, sebaimana di sebutkan di atas ;
-
Jenazah
tersebut adalah orang yang terhormat dan telah meninggalkan jasa-jasa banyak
bagi rakyat dan negeri ( pensiunan);
-
Merupakan
permohonan kepada yang maha kuasa agar roh yang bersangkutan diterima disisi karena
amalan-amalannya yang baik itu;
-
Sebagai
perwujudan dari pada rasa kesatuan dan persatuan rakyat maupun masyarakat
pendukung adat itu ;
-
Sebagai
warisan pengalaman bagi yang masih hidup, bahwa bagaimanapun hidup diata dunia
ini, yang ditinggalkan hanyalah satu-satunya yaitu jasa-jasa yang baik terhadap
negeri dan rakyatnya ;
-
Sebagai
alat stimulus bagi yang hidup, agar mencontoh jejak-jejak yang meinggal.
2. Makna
pemakaman secara ada dapat di tinjau dari beberapa pihak :
-
Bagi
keluarga yang berduka merupakan dulialo atau takziah ;
-
Bagi
yang meninggal sebagai utilomungo atau kiriman berupa doa darii masyarakat
kepada jenazah agar rohnya memperoleh keselamatan ;
-
Bagi
masyarakat mearupakan sikap uhelumo atau persatuan karena acara adat itu tidak dapat dilaksanakan oleh
perorangan tatapi oleh kelompok masyarakat itu sendiri ;
-
Baik
negeri maupun tohetio lo’u lipu yaitu pembinaan ketuhanan dan kaetahanan negeri
-
Bagi
agama adalah lamahiyo lo agama atau kemuliaan terhadap agama.