Kamis, 25 Juli 2013

ASPEK PEMAKAMAN MENURUT ADAT GORONTALO

5.1. Pengantar
          Pelaksanaan pemakaman yang berlaku dalam masyarakat suku gorontalo adalah sintese antara adat istiadat dan ajaran agama islam. Suku gorontalo yang telah lama menganut dan memahami islam sebagai agamanya, meyakini bahwa kewajiban terhadap jenajah empat hal yaitu memandikan, mengafankan, mensholatkan, dan menguburkan. Maka apabila seorang muslim meninggal dunia fardhlu kifayah atas orang-orang menyelenggarakan perkara itu.
          Sesuai kenyataanya empat hal diatas tidak dilaksanakan secara murni tersendiri, namun adalah gabungan dengn kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di masyarakat suku gorontalo. Memang diyakini bahwa masyarakat ini telah tumbuh dan berkembang dengan etiketnya sendiri berupa peradaban maupun adat istiadatnya, sebagaimana itu di alami oleh suku-suku bangsa lainnya.
          Jelas sekali bahwa suku bangsa termasuk suku bangsa gorontalo yang telah menerima agama islam sebagai pegangan dan tuntunan hidup, nyatanya tetap pula memegang adat istiadat yang telah dimilikinya. Demikian dalam acara pelaksanaan pemakaman tampak jelas hal itu. Kadang-kaadang aspek adat lebih banyak mendominir acarara pelaksanaannya dengan aspek agama.
          Kenyataan tersebut tidak dapat disangkal lagi, karena sejak ratusan tahun yang lampau datuk moyang kita telah mengatur hubungan antara adat dengan agama. Sultan eyato yang memerinyah dalam abad ketujuh di gorontalo telah mencetuskan hubungan tersebut sebagai berikut  :
          Aadati hulohulo’o                                      adat bersendi sarak
          Sara’a hulohulo’o kuru’ani             sarak bersendi Qur’an ( kitabullah )
          Dalam penyelenggaraan pemakaman menurut adat gorontalo tampaknya ada tiga corak cara pelaksanaan sesuai status orang yang telah meninggal itu. Dikenal tiga macam corak acara pemakaman yaitu :
1.     Corak pemakaman untuk raja, acara adat untuk pemakamannya secara lengkap ;
2.     Corak pemakaman bubato (bubato adalah pejabat dibawah raja yang melaksanakan pemerintahan sehari-hari). Acara pemakamannya tidak selenkap acara pemakaman raja  ;
3.     Corak pemakaman untuk rakyat (tuango lipu), acara pemakamannya sederhana saja.
Dewasa ini di kenal juga tiga corak pelaksanaannya namun sebagiannya agak berbeda sedikit.
1.     Acara pemakaman untuk mongo’eya yaitu raja dengan para bubato. Mereka ini terdiri dari enam golongan :
1.)   Bupati dan walikota pada tingkat raja  ;
2.)  Pembantu bupati, dulu dikenal jogugu atau wedana  ;
3.)  Camat yang dulu dikenal marsaoleh atau wulea lo lipu ;
4.)  Kadli
5.)  Mufti
6.)  Mbu’i biluato yaitu istri bupati atau istri walikota. Ditambahkan satu golongan lagi yaitu ta pilantalo, putra putri Bupati atau walikota.
2.     Acara pemakaman untuk wali-wali mowali yaitu turunan raja-raja atau lebih dikenal dengan turunan bangsawan.
3.     Acara pemakaman untuk rakyat atau tuango lipu
Yang tergolong mongo’eya bukan saja para pejabat yang masih memegang tampuk pemerintahan atau ta’tobonela. Tetapi juga mereka yang telah menjalani pensiunan atau ta’lotinguli mereka ini telah banyak berbuat dan banyak jasa terhadap ulipu atau negeri.dan disinilah dasarnya pemakaman yang di laksanakan secara adat itu.upacara adat pemakaman gorontalo mempunyai fungsi dan nilai tinggi, sebagai suatu penghormatan dan tanda kebesaran dari pada yang meninggal itu sendiri.malahan dalam mengahiri pemakamanya diberikan lagi gara’i atau gelar,gelar itu menggambarkan jasa dan kebiasaannya pada waktu ia masih dalam jabatan pemerintahan.
Adapun kelengkapan adat pemakaman itu dapat di kemukakan  beberapa pokok antara lain  :
-     Pelaksanaan terdiri dari para pemangku adat  dan pegawai sarak ;
-    Genderang dan boduk sebagai alat pemberian tanda atau alamat  ;
-    Bangunan unit adat atau langga adat yang disebut tolitihu, tertanda bahwa acara pemakaman dilaksanakan secara ;
-    Usungan mayat dengan segala perlengkapan;
-    Usungan yang mendahului usungan mayat yang disebut usungan lo’huwa yang berfungsi sebagai vorijdres (pembuka jalan);
-    Perlengkapan dan acara kuburan;
-    Tuja’i-tuja’i atau sanjak yang di ucapkan dalam penyelenggaraan acara pemakaman;
-    Dan lain-lainnya.
Kelenkapan peralatan diatas adalah simbol kemanusiaan yang mengandung makna yang melukiskan dunia dan akhirat. Dalam garis besarnya pemakaman secara adat tersebut mengandung dua makna ;
1.     Makna perlengkapan adat itu sendiri adalah ;
-         Jenazah yang dimakamkan adalah orang yang duduk dalam jabatan pemerintahan sesuai ketentuan adat, sebaimana di sebutkan di atas ;
-         Jenazah tersebut adalah orang yang terhormat dan telah meninggalkan jasa-jasa banyak bagi rakyat dan negeri ( pensiunan);
-         Merupakan permohonan kepada yang maha kuasa agar roh yang bersangkutan diterima disisi karena amalan-amalannya yang baik itu;
-         Sebagai perwujudan dari pada rasa kesatuan dan persatuan rakyat maupun masyarakat pendukung adat itu ;
-         Sebagai warisan pengalaman bagi yang masih hidup, bahwa bagaimanapun hidup diata dunia ini, yang ditinggalkan hanyalah satu-satunya yaitu jasa-jasa yang baik terhadap negeri dan rakyatnya ;
-         Sebagai alat stimulus bagi yang hidup, agar mencontoh jejak-jejak yang meinggal.
2.     Makna pemakaman secara ada dapat di tinjau dari beberapa pihak :
-           Bagi keluarga yang berduka merupakan dulialo atau takziah ;
-           Bagi yang meninggal sebagai utilomungo atau kiriman berupa doa darii masyarakat kepada jenazah agar rohnya memperoleh keselamatan ;
-           Bagi masyarakat mearupakan sikap uhelumo atau persatuan karena acara  adat itu tidak dapat dilaksanakan oleh perorangan tatapi oleh kelompok masyarakat itu sendiri ;
-           Baik negeri maupun tohetio lo’u lipu yaitu pembinaan ketuhanan dan kaetahanan negeri
-           Bagi agama adalah lamahiyo lo agama atau kemuliaan terhadap agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar